Minggu, 17 Desember 2017

SAJAK PALSU


Selamat pagi pak, selamat pagi bu, ucap anak sekolah

dengan sapaan palsu. Lalu merekapun belajar

sejarah palsu dari buku-buku palsu. Di akhir sekolah

mereka terperangah melihat hamparan nilai mereka

yang palsu. Karena tak cukup nilai, maka berdatanganlah

mereka ke rumah-rumah bapak dan ibu guru

untuk menyerahkan amplop berisi perhatian

dan rasa hormat palsu. Sambil tersipu palsu

dan membuat tolakan-tolakan palsu, akhirnya pak guru

dan bu guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsu

untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan

nilai-nilai palsu yang baru. Masa sekolah

demi masa sekolah berlalu, merekapun lahir

sebagai ekonom-ekonom palsu, ahli hokum palsu,

ahli pertanian palsu, insinyur palsu. Sebagian

menjadi guru, ilmuwan dan seniman palsu. Dengan gairah tinggi

mereka menghambur ke tengah pembangunan palsu

dengan ekonomi palsu sebagai panglima palsu. Mereka saksikan

ramainya perniagaan palsu dengan ekspor

dan impor palsu yang mengirim dan mendatangkan

berbagai barang kelontong kualitas palsu.

Dan bank-bank palsu dengan giat menawarkan bonus

dan hadiah-hadiah palsu tapi diam-diam meminjam juga

pinjaman dengan ijin dan surat palsu kepada bank negeri

yang dijaga pejabat-pejabat palsu. Masyarakat pun berniaga

dengan uang palsu yang dijamin devisa palsu. Maka

uang-uang asing menggertak dengan kurs palsu

sehingga semua blingsatan dan terperosok krisis

yang meruntuhkan pemerintahan palsu ke dalam

nasib buruk palsu. Lalu orang-orang palsu

meneriakkan kegembiraan palsu dan mendebatkan

gagasan-gagasan palsu di tengah seminar

dan dialog-dialog palsu menyambut tibanya

demokrasi palsu yang berkibar-kibar begitu nyaring

dan palsu